Senin, 14 Februari 2011

32 bit dan 64 bit

Ketika akan mendownload Windows 7 mungkin anda pernah mengalami sedikit bingung, karena ada Windows 7 32-bit dan Windows 7 64-bit. Lalu mana yang harus dipilih dan cocok dengan Laptop atau komputer yang anda miliki? Selain itu mungkin juga anda sedikit bingung apa sih bedanya antara Windows 7 32-bit  dengan Windows 7 64-bit? Inilah pertanyaan umum yang sering muncul.

>> Apa sih keuntungan menjalankan Windows 7 64-bit  dibandingkan Windows 7 32-bit?
Jika anda sering bekerja dengan ukuran file yang besar-besar  dan memakan memori yang banyak (misal video editing) tentu saja Windows 7 64-bit akan menjadi pilihan yang terbaik karena akan memberikan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan Windows 7 32-bit. Seperti kita ketahui Windows 7 64-bit telah mensupport  memori sampai 192GB, sedangkan Windows 7 32-bit hanya 4GB untuk performa maksimum.  Keuntungan lain dari Windows 7 64-bit adalah dari segi keamanan, lebih aman dibandingkan Windows 7 32-bit, karena driver Windows 7 64-bit harus benar-benar tersertifikasi oleh vendor si pembuat hardware, jadi sangat sulit untuk disusupi oleh program jahat.

>> Apakah Laptop atau komputer saya bisa menjalankan Windows 7 64-bit?
Kalau anda baru membeli komputer sebuah komputer dengan teknologi terbaru dan terkini pada umumnya telah support dan mampu menjalankan Windows 7 62-bit, Kecuali jika prosesor yang anda gunakan merupakan prosesor yang lowend misal Laptop dengan Prosesor Intel Atom atau Intel Core Duo ke bawah. Namun jika anda menggunakan prosesor sekelas Intel Core 2 Duo maka bisa dipastikan bahwa komputer anda mampu dan bisa menjalankan Windows 7 versi 64-bit. Jika anda masih ragu-ragu ada baiknya guna program  Prosesor Identifikasi dari Intel untuk mengetahui apakah prosesor anda telah suppport Windows 7 64-bit  atau  tidak.

>> Bagaimana dengan Hardware lainnya misal Soundcard atau LAN Card?
Lihat tahun pembuatan dari hardware anda, apabila dibuat setelah adanya Windows Vista (3 tahun ke belakang) maka sudah bisa dipastikan hardware memang telah support Windows 7 64-bit, namun jika hardware yang anda pakai dibuat pada tahun-tahun sebelum Windows Vista hadir (misal tahun 2004 ke bawah), anda baiknya anda cek website dan vendor si pembuat hardware tersebut untuk mengetahui ada tidaknya driver untuk mensupport Windows 7 64-bit.

>>Apakah Driver untuk Windows 7 32-bit  bisa digunakan untuk Windows 7 64-bit
Jawabannya jelas sekali, Tidak. Windows 7 32-bit  mempunyai struktur yang berbeda Windows 7 64-bit.

>> Lalu bagaimana bila saya telah terlanjur menginstal Windows 7 64-bit sedangkan driver dari hardware yang saya miliki untuk Windows 7 32-bit?
Jangan kuatir dengan menggunakan Windows XP Mode (Virtual Mechine) di Windows 7  anda bisa menggunakan driver Windows 7 32-bit meski komputer anda telah terinstal Windows 7 64-bit

>> Bisakah saya menjalankan program Windows 32-bit di Windows 7 64-bit?
Dengan adanya teknologi WOW alias Win 32 on Win64 di Windows 7 tentu saja anda masih bisa menjalankan program Windows 32-bit di Windows 7 64-bit

>> Apakah bisa mengupgrade Windows 7 32-bit ke Windows 7 64-bit?

TIDAK. Untuk menginstall Windows 7 64-bit dari Windows 7 32-bit anda harus melakukan Installasi penuh alias tidak bisa mengupgrade langsung Windows 7 32-bit ke Windows 7 64-bit.

Tertarik dengan info-info lainnya seputar Windows 7 dari tasikisme.com? jangan lupa untuk memasukan email anda di bawah ini dan klik subscribe plus bergabung dengan ribuan orang yang telah terdaftar sebagai reader setia tasikisme.com!

Jumat, 28 Januari 2011

Humanoid.

Perusahaan Aldebaran Robotika di Perancis, pembuat robot Nao kecil yang lucu, telah kembali dengan robot pengasuh untuk orang usia lanjut/manula, dijuluki Romeo. Robot berbentuk manusia/Humanoid ubu berdiri jauh lebih besar 1,4 meter dibanding Neo (sedikit lebih dari empat setengah kaki) dalam balutan kostum ala Speedo gunmetal dan memiliki berat 40 kilogram (88 pon).

Robot Romeo memiliki fitur 37-derajat kebebasan, tulang punggung empat-ruas, kaki diartikulasikan, exoskeleton kaki komposit, dan aktuator direvisi yang memberikan kontrol robot lebih aman atas anggota tubuhnya.
Robot dengna lapisan mulus bersih  juga memiliki “batang tubuh yang lembut”. Robot berinteraksi melalui perkataan natural dan gerak tubuh untuk melakukan tugas-tugas seperti membuang sampah, mengangkat cangkir dengan empat jari tangannya, atau mengambil makanan dari dapur.

Romeo akan bergabung dengan garis panjang robot ditakdirkan untuk menghibur dan membantu merawat orang usia lanjut dan akan diresmikan pada Maret dengan biaya sekitar € 250,000 (sekitar $ 330.000) atau sekitar 3 miliar rupiah.

Spce Elevator Robot.

spaceelevatorTerkenal diusulkan oleh Arthur C Clarke, sebuah Space Elevator tampaknya sedikit lagi akan mendekati kenyataan.
Sebagai bagian dari kompetisi bernilai 2 juta USD (20 milyar rupiah), robot dengan dukungan laser telah berhasil memanjat kabel panjang hampir satu kilometer yang tergantung dari sebuah helikopter.
Tujuan jangka panjangnya adalah untuk menciptakan cara murah untuk mendapatkan benda ke orbit hanya dengan mengangkat mereka ke orbit dengan menaiki lift menggunakan kabel.
Perangkat tersebut diciptakan oleh LaserMotive, berhasil mencapai puncak dalam lebih sedikit dari empat menit lamanya, separuh waktu dari pemegang rekor sebelumnya, para penemu yang memenangkan hadiah sebesar 900.000 USD (9 milyar rupiah).
“Seluruh tim sangat puas bahwa sistem yang diciptakannya tersebut telah melakukannya dengan baik hari ini”, kata perusahaan, yang berharap untuk meningkatkan kecepatan pada hari ini.
Sistem LaserMotive menggunakan array laser daya tinggi untuk menghasilkan sinar infrared super kuat ke sel surya super hemat, yang mengubah cahaya menjadi tenaga listrik dan mampu menggerakkan mesin.
SpaceWard Foundation, yang menciptakan kompetisi tersebut, mengatakan proyek ini sebagai sesuatu yang serius. “Tujuan kami adalah untuk menghasilkan cukup banyak perhatian dalam proyek, sehingga dalam waktu lima tahun blok pembangunan Space Elevator dasar dapat dibuktikan sebagai sesuatu yang layak, dan desain skala penuh serta konstruksi dapat dimulai”, katanya.
Tantangan terbesarnya cenderung menjadi pembentukan ikatan yang cukup kuat dan cukup terang untuk tetap utuh di atas 60.000 mil jarak ke orbit geosynchronous. Sejauh ini, panitia tidak memiliki pesaing serius.

Astronot Robot

robot-partner
Sejak pertama Neil Amstrong menjejaki bulan, sampai saat ini ekspedisi yang dilakukan di bulan masih saja terus berlangsung. Mengamati setiap tanda-tanda kehidupan dan masih banyak hal yang belum terjawab dari berbagai pertanyaan di benak para ilmuan, membuat para astronot pun terus-menerus menjelajahi luar angkasa demi menemukan jawaban dan jawaban tersebut.
Sayangnya manusia tentu saja punya keterbatasan dimana kehidupan manusia normal di bumi masih butuh makan, udara dan lain sebagainya. Begitu juga dengan yang dialami astronot, punya keterbatasan yang menyebabkan tak selamanya para astronot tersebut bisa berada berlama-lama di luar angkasa tanpa kembali. Solusi yang bisa diberikan adalah dengan bantuan robot, namun ini masih saja terus menjadi eksperimen dimana pembuatannya pun tentu tak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama pula.
Salah satu yang kini sedang bereksperimen dengan robot untuk bisa menjelajahi bulan adalah perusahaan ternama Toyota yang mana telah sempat mempresentasikan proyeknya dengan judul ‘Realization of Moon Exploration Using Advanced Robots by 2020′.
Rencana penggunaan robot ini memang diusahakan dengan perencanaan cukup matang dan jauh-jauh hari sekali karena selain membutuhkan dana yang cukup besar tentu perlu perhitungan dan rancangan benar-benar detail. Rencananya robot partner Toyota ini dirancang untuk dapat memasang sendiri pengisi dayanya, melakukan lompatan mekanis dan melakukan serangkaian kegiatan ekplorasi seperti halnya yang dilakukan oleh para astronot. Robot ini juga didesain cukup kuat untuk dapat cocok dengan suhu bulan sehingga tidak rusak ketika melakukan aktivitasnya di bulan. Tentu ini akan menjadi eksperimen panjang dan cukup mendalam nantinya. Tapi semoga saja proyek robot ini bisa berhasil sehingga ilmu astronomi di dunia bisa bertambah dan lebih berguna nantinya.

Spider Robot

31-spiderbot
Bagi sebagian orang, laba-laba adalah binatang yang menakutkan, apalagi kalau binatang tersebut bentuknya besar dan berwarna hitam, terkesan merupakan laba-laba yang beracun.
Sekalipun sudah ada film Spiderman yang membuat kita mengagumi sosok sang pahlawan laba-laba, tapi kalau Anda dihadapkan oleh robot yang tampak seperti di atas, kemungkinan bulu kuduk Anda bisa berdiri karena kagetnya.
Sekalipun cuma robot dan tak menyengat, spider bot memang diciptakan sebagai mainan yang seram. Robot ini digerakkan oleh micro controller Axon, yang mana membuat robot kecil ini mampu mengangkat beban 2 kali dari berat tubuhnya. Aplikasi yang digunakan pada robot ini kabarnya akan digratiskan, aplikasi ini juga yang memungkinkan gerakan pada robot laba-laba ini sehingga bisa secara sinkron menggerakkan enam kakinya secara bersamaan layaknya laba-laba asli. Tambahan fitur untuk berikutnya adalah meletakkan sensor pada kaki dan menghubungkannya pada remote control.
Menurut forum Trossen Robotics, robot ini memang dibuat sebagai mainan dan baru akan siap didistribusikan tahun depan. Wah, sepertinya robot ini akan jadi senjata bagi anak-anak nakal ya nantinya.

Under Water Robot

Konsep robot yang bisa beroperasi di bawah air bukanlah sebuah isapan jempol semata yang tidak mungkin diwujudkan. Ini bukan hanya sebuah konsep angan-angan semata, tapi lebih jauh lagi konsep tersebut kini terus berkembang dan hampir mendekati kenyataan.
Sebagai imbas perkembangan teknologi robot yang kian hari semakin canggih saja, membuat para ahli untuk terus mengembangakan teknologi robot yang ditujukan untuk skala kehidupan yang lebih luas lagi. Mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling canggihpun, setiap saat tampak terus bermunculan dengan sentuhan para ahli di seluruh dunia. Dengan demikian ini telah membuktikan betapa dahsyatnya eksistensi teknologi robot pada masa sekarang ini dan masa yang akan datang tentunya.
Sejalan dengan itu, banyak para ahli perobotan dari sejumlah negara turut menyemarakkan perkembangan teknologi robot ini. Dan seraya mengikuti kehebatan negara tetangganya, Jepang, baru-baru ini kabarnya negara Korea Selatan juga ikut mengembangkan teknologi robot ini.
Berdasarkan kabar yang beredar di sana, sebuah Kementerian Pertanahan, Transportasi dan Kelautan Korea Selatan kabarnya telah berencana untuk menganggarkan atau menginvestasikan sebesar 20 billion Won untuk sebuah proyek ‘robot bawah air’ yang diproyeksikan akan segera selesai pada tahun 2015 mendatang. Proyek ini adalah pembangunan beberapa robot yang akan mampu menangani berbagai tugas maksimum 6.000 meter bawah laut mulai dari eksplorasi dan operasi penyelamatan untuk misi-misi lingkungan seperti pemeliharaan flora air. Pengembangan robot dengan kemampuan untuk beroperasi di air dangkal adalah fase pertama proyek, dan dijadwalkan selesai pada tahun 2012 mendatang. Dan selama tahap kedua 2013-2015, robot tersebut akan ditingkatkan lebih lanjut untuk melakukan tugas-tugas bawah airnya.
Lalu akankah robot-robot yang akan dikembangkan tersebut dapat bertindak sebagai mata-mata pemerintah pula nantinya? Hm, Kita lihat saja nanti!

Military Robot

Ada sebuah artikel menarik di Washington University di St Louis situs tentang peningkatan penggunaan robotics dalam operasi militer. Beberapa peneliti universitas dan Smart dicatat bahwa militer mengharapkan agar robot diimplementasikan sebagai kekuatan sampai 30% di tahun 2020 oleh militer. Dengan peningkatan penyebaran yang tak udara kendaraan (UAV), robot mencari IED dan perangkat pengawasan robot,  dengan ini tampaknya tujuan penciptaan robot akan segera tercapai. Dengan memperhatikan hal itu mungkin waktu untuk yang akan mempertanyakan militer robot dapat digunakan untuk fasilitas keamanan dari radiasi kimia?

Menurut artikel yang ini generasi robot perangkat disebarkan dengan militer AS memanfaatkan beberapa tingkat teleoperation; yang jauh manusia menggunakan perangkat komunikasi untuk mengontrol operasi dari robot. Dpt diramalkan untuk masa depan robot perangkat militer dan keamanan layanan mereka akan memiliki fungsi utama jauh oleh dengan pengendali manusia. Pada umumnya peningkatan penggunaannya diarahkan sebagai robot penolong atau kontrol dari perangkat dan layanan.

Security Roles for Robots
Most military robots currently deployed are being used as human-substitutes in high risk situations like explosive ordinance disposal (EOD) or IED detection. The defining exception to that generality is the use of UAV’s for long-linger time observation of remote areas. This is the most likely model for initial robotic security deployments.

Many large chemical facilities have lengthy perimeters that are difficult to secure. Irregular fence lines, natural and man-made obstructions, and lack of manpower make it difficult to detect and confirm perimeter incursions. Early detection is the key to allowing for adequate deployment times for active security measures.

Perimeter Surveillance
Larger UAV’s like the Predator would not be practical for any but the largest facilities. There are a number of smaller UAV’s that may be more appropriate for large high-risk chemical facilities. They could be used for both routine perimeter patrol and immediate response for checking out intrusion detection system alerts. Adding chemical sensors would allow for their use in monitoring dispersion of chemical clouds.

As the ability to employ semi-autonomous navigation (point-to-point route selection for example) for ground robots improves their utility for perimeter patrol and immediate response will increase. If the operator can navigate the robot by selecting a series of pre-programmed locations instead of driving the robot, a single operator will then be able to operate multiple observation robots. This will go a long way to overcoming the security manpower cost problem.

Armed Robots for Emergency Response
One of the most controversial uses of robotics in military service is the use of the robot as a weapons platform. Even with full teleoperational control of the weapon system, there are still concerns about inadvertent weapons discharge due to control system or communication system malfunction. These concerns may be substantially reduced by using non-lethal weapons.

Many of these concerns, and general concerns about weapons employment in a chemical facility, could be further reduced by adding a redundant safety-interlock to the weapon’s control system. This interlock could prevent the weapon from being discharged in a number of pre-defined situations. ‘No Fire Zones’ could be programmed into the interlock to prevent weapons discharge in unsafe areas of the facility. A flammability sensor could be added to the platform to prevent discharge of a ‘fired’ weapon in a flammable environment.

A Future for Robotic Security
As the military continues to improve the sophistication of their robotic systems it becomes more likely that security robots will be deployed in the defense of high-risk chemical facilities. Not only does the sophistication increase, but the unit cost of these robotic systems will come down. Additionally, the number of experienced robotic operators that are veterans of robotic combat operations will increase.

It is likely that it will be these veterans that will be behind the companies that develop and start the deployment of security robots. With their government supplied education, practical experience, and security training they will be the natural leaders of the robotic security businesses of the future.

The Israel Army is procuring more unmanned ground vehicles for combat missions in border areas. (Memang rencana busuk sudah dijalankan oleh Israel, seperti yang terjadi di Gaza sekarang ini).

The Ground Forces Command has purchased ast least four UGVs for combat missions along the Gaza Strip and Israeli border with Lebanon. The platforms were identified as G-Nius, developed and produced by Israel’s Elbit Systems.

“We don’t need manned patrols along the border,” Elbit Systems president Joseph Ackerman said. “We could use UGVs.” [On Aug. 5, the Israel Air Force announced the deployment of the Sniper electro-optic reconnaissance system. Sniper, developed in Israel by several defense contractors, was said to enable air defense operators to track fighter-jets at a distance of more than 70 kilometers.]

US army in 2020

U.S. technologists have revealed that the country’s military has plans to have about 30 per cent of the Army comprised of robotic forces by approximately 2020.

Doug Few and Bill Smart of Washington University in St. Louis say that robots are increasingly taking over more soldier duties in Iraq and Afghanistan, and that the U.

S. Army wants to make further additions to its robotic fleet.
They, however, also point out that the machines still need the human touch.
“When the military says ‘robot’ they mean everything from self-driving trucks up to what you would conventionally think of as a robot. You would more accurately call them autonomous systems rather than robots,” says Smart, assistant professor of computer science and engineering.

All of the Army’s robots are teleoperated, meaning there is someone operating the robot from a remote location, perhaps often with a joystick and a computer screen.

While this may seem like a caveat in plans to add robots to the military, it is actually very important to keep humans involved in the robotic operations.

“It’s a chain of command thing. You don’t want to give autonomy to a weapons delivery system. You want to have a human hit the button. You don’t want the robot to make the wrong decision. You want to have a human to make all of the important decisions,” says Smart.

The technologist duo says that researchers are not necessarily looking for intelligent decision-making in their robots. Instead, they are working to develop an improved, “intelligent” functioning of the robot.

“It’s oftentimes like the difference between the adverb and noun. You can act intelligently or you can be intelligent. I’m much more interested in the adverb for my robots,” says Few, a Ph.D. student who is interested in the delicate relationship between robot and human.

He says that there are many issues that may require “a graceful intervention” by humans, and these need to be thought of from the ground up.

“When I envision the future of robots, I always think of the Jetsons. George Jetson never sat down at a computer to task Rosie to clean the house. Somehow, they had this local exchange of information. So what we’ve been working on is how we can use the local environment rather than a computer as a tasking medium to the robot,” he says.

Few has incorporated a toy into robotic programming, and with the aid of a Wii controller, he capitalizes on natural human movements to communicate with the robot.

According to the researchers, focussing on a joystick and screen rather than carting around a heavy laptop would help soldiers in battle to stay alert, and engage in their surroundings while performing operations with the robot.

“We forget that when we’re controlling robots in the lab it’s really pretty safe and no one’s trying to kill us. But if you are in a war zone and you’re hunched over a laptop, that’s not a good place to be. You want to be able to use your eyes in one place and use your hand to control the robot without tying up all of your attention,” says Smart.

Devices like unmanned aerial vehicles, ground robots for explosives detection, and Packbots have already been inducted in the military.

“When I stood there and looked at that Packbot, I realized that if that robot hadn’t been there, it would have been some kid,” says Few. (ANI)

Bagaimana dunia di masa yang akan datang ? terutama teknologi militer menggunakan robot.